Rancak Media JAKARTA. Meskipun sempat menunjukkan penguatan harian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga akhir semester I-2025 masih nyaman bergerak di bawah level psikologis 7.000. Pada penutupan perdagangan Kamis (26/6), IHSG tercatat di posisi 6.897,40, menguat 0,96% dalam sehari. Namun, secara tahun berjalan, pergerakan indeks ini masih menunjukkan pelemahan sebesar 2,58%, mencerminkan volatilitas pasar yang persisten.
Memasuki paruh kedua tahun 2025, berbagai perusahaan sekuritas terkemuka mulai merilis proyeksi mereka mengenai pergerakan IHSG hingga penghujung tahun. Proyeksi ini menunjukkan variasi yang menarik, mencerminkan sudut pandang dan analisis faktor makroekonomi yang berbeda.
Sebagai contoh, Maybank Sekuritas Indonesia mempertahankan target IHSG di level 7.300 hingga akhir tahun 2025. Angka ini didasarkan pada valuasi Price-to-Earnings (P/E) forward sebesar 11,5 kali, dengan asumsi pertumbuhan laba per saham (EPS) mencapai 6%. Proyeksi ini memberikan gambaran potensi kenaikan yang moderat di tengah kondisi pasar.
Analis Maybank Sekuritas Indonesia, Jeffrosenberg dan Jocelyn, mengamati bahwa IHSG sempat mengalami rebound signifikan setelah mencapai level terendah pada April lalu. Kendati demikian, tekanan kembali membayangi pergerakan indeks seiring meningkatnya ketidakpastian global. Eskalasi risiko geopolitik di Timur Tengah, serta potensi ketegangan perdagangan global yang dapat menekan ekspor komoditas utama Indonesia, menjadi perhatian utama.
“Meskipun valuasi saat ini terlihat menarik, kami tetap bersikap hati-hati secara taktis. Pasar modal masih memerlukan katalis yang jelas untuk mendorong sentimen menjadi lebih positif,” ujar Jeffrosenberg dan Jocelyn dalam riset terbaru mereka pada Kamis (26/6).
Sementara itu, Kiwoom Sekuritas memilih pendekatan yang lebih konservatif dengan menetapkan target IHSG di kisaran 7.300–7.400 untuk paruh kedua tahun 2025. Proyeksi ini mempertimbangkan serangkaian tekanan eksternal dan internal yang berpotensi memengaruhi pasar.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, menjelaskan bahwa proyeksi mereka didasari oleh faktor-faktor seperti ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran, kekhawatiran akan kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) di bawah kepemimpinan Trump jilid dua, serta arus keluar dana asing yang masih berlanjut dari pasar domestik. Dari sisi internal, daya beli masyarakat dinilai belum pulih sepenuhnya pasca pemilu, ditambah dengan tren pelemahan harga komoditas utama Indonesia.
“Secara fundamental, valuasi IHSG memang masih menarik. Namun, sejujurnya, sektor-sektor defensif seperti perbankan besar, telekomunikasi, dan consumer staples mulai kehilangan daya dukungnya sebagai penopang utama. Kami melihat peluang investasi tetap ada, meskipun dibayangi volatilitas yang tinggi,” papar Liza kepada Kontan pada Kamis (26/6) lalu.
Perspektif lain datang dari Research Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas, Irsyady Hanief. Ia menjelaskan bahwa pergerakan IHSG di paruh kedua tahun ini akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang berpotensi menekan likuiditas pasar. Ini termasuk peningkatan tensi konflik antara Iran dan Israel yang turut melibatkan Amerika Serikat, kekhawatiran terhadap potensi pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akibat kenaikan harga minyak, serta antisipasi pasar terhadap delapan calon emiten menarik yang bakal IPO. IPO ini membuat sebagian investor cenderung menahan transaksi demi berpartisipasi dalam penjatahan saham perdana tersebut.
Meskipun demikian, Irsyady juga melihat sentimen positif yang dapat mendorong penguatan IHSG. Salah satunya adalah apresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang berpotensi membuka kembali aliran dana asing ke pasar modal domestik. Ia menyarankan para investor saham untuk melakukan akumulasi dan memanfaatkan momentum pelemahan IHSG guna memperbaiki rata-rata harga beli melalui penerapan strategi dollar-cost averaging.
Rekomendasi Sektor dan Saham Pilihan
Menyikapi dinamika pasar, Liza Camelia Suryanata dari Kiwoom Sekuritas menyarankan pelaku pasar untuk mencermati rotasi sektor dan memanfaatkan momen koreksi harga sebagai peluang trading pada saham-saham siklikal. Ia juga merekomendasikan peralihan portofolio dari saham spekulatif ke emiten yang memiliki fundamental solid serta menawarkan dividen yang menarik. Menurutnya, peluang IHSG menembus level 7.400 masih terbuka lebar, meskipun sangat bergantung pada kondisi stabilitas global dan kekuatan arus dana di dalam negeri.
Sementara itu, Jeffrosenberg dan Jocelyn dari Maybank Sekuritas tetap menyarankan strategi buy on weakness pada sejumlah saham tematik tertentu. Ini mencakup emiten di sektor ketahanan energi seperti PT Medco Energy International Tbk (MEDC) dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA). Selanjutnya, perusahaan yang berpotensi diuntungkan dari Program Makan Bergizi Gratis, khususnya emiten unggas, yaitu PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA). Serta, saham-saham yang terkait proyek Tanggul Laut Raksasa Jakarta, yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP).
Di sisi lain, Maybank Sekuritas mulai melihat valuasi saham blue chip utama, terutama sektor perbankan besar seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), sudah cukup menarik. Namun, Maybank Sekuritas memilih untuk bersikap hati-hati dan menunggu konfirmasi pemulihan makroekonomi yang lebih kuat sebelum mengambil posisi yang lebih agresif pada saham-saham tersebut.
Untuk top picks saham tahun 2025, Maybank Sekuritas merekomendasikan BRIS dengan target harga di level Rp 3.600, MEDC pada target harga Rp 1.550, dan INTP dengan target harga di posisi Rp 7.200.
Adapun dari Henan Putihrai Sekuritas, rekomendasi saham mencakup PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dengan target harga Rp 1.680-Rp 1.700, serta PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) pada level target harga di posisi Rp 1.450-Rp 10.500.
Ringkasan
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di bawah level 7.000 hingga akhir Juni 2025, mencatat pelemahan 2,58% secara tahun berjalan di tengah volatilitas pasar. Maybank Sekuritas menargetkan IHSG 7.300 pada akhir tahun, meskipun tetap berhati-hati akibat ketidakpastian global dan kurangnya katalis. Kiwoom Sekuritas memproyeksikan IHSG di kisaran 7.300–7.400, mempertimbangkan faktor eksternal seperti geopolitik dan arus keluar dana asing, serta faktor internal seperti daya beli yang belum pulih.
Para analis menyarankan investor untuk mencermati rotasi sektor dan memanfaatkan koreksi harga, dengan beralih ke emiten fundamental solid atau dividen menarik. Maybank Sekuritas merekomendasikan strategi buy on weakness pada saham tematik seperti energi (MEDC, AKRA), unggas (CPIN, JPFA), dan konstruksi (SMGR, INTP). Meskipun valuasi bank besar seperti BRIS, BBRI, BBCA, dan BBNI menarik, mereka memilih menunggu konfirmasi pemulihan makro ekonomi yang lebih kuat.