Gunung Rinjani memang punya pemandangan yang indah. Tapi harap diperhatikan, ada potensi bahaya terutama bagi para pendaki yang minim persiapan.
Gunung Rinjani, dengan puncaknya yang gagah dan panorama memukau, memang menjadi magnet bagi para pendaki dari seluruh dunia. Namun, di balik keindahan yang ditawarkannya, Rinjani juga menyimpan potensi bahaya laten, terutama bagi mereka yang kurang persiapan dan abai terhadap keselamatan. Sejak dibuka kembali pada 3 April 2025, tercatat sudah empat insiden pendakian yang terjadi di jalur gunung berapi ini, dua di antaranya bahkan berakhir dengan kematian. Kasus tragis terbaru menimpa Juliana Marins dari Brasil, sementara sebelumnya, pendaki asal Malaysia juga menjadi korban meninggal dunia. Insiden ini menambah daftar panjang kecelakaan di Rinjani, termasuk yang dialami pendaki Portugal, Boaz Tan Anam, pada 19 Agustus 2022.
Masyarakat Lombok yang bermukim di sekitar lereng Gunung Rinjani masih sangat memegang teguh kepercayaan bahwa gunung ini memiliki aura ‘angker’. Legenda Dewi Anjani, yang dipercaya sebagai penguasa salah satu gunung berapi tertinggi di Indonesia, turut menyelimuti misteri Rinjani. Oleh karena itu, penting bagi setiap calon pendaki untuk mempersiapkan diri secara menyeluruh, tidak hanya fisik dan logistik, melainkan juga mental dan spiritual. Ada keyakinan kuat bahwa niat dan perilaku buruk selama pendakian bisa membawa konsekuensi serius, mulai dari dibawa ke alam lain oleh pengikut Dewi Anjani hingga ditimpa kesialan sepulangnya nanti.
Dengan pesona alam yang luar biasa, Gunung Rinjani terus menjadi tujuan impian bagi para petualang, baik dari dalam maupun luar negeri. Untuk mencapai puncaknya, pendaki dapat memilih salah satu dari enam jalur resmi yang tersedia. Dua di antaranya terletak di Lombok Utara, yakni pintu Senaru dan Torean; tiga di Lombok Timur, yaitu Sembalun, Timbanuh, dan Tete Batu; serta satu di Lombok Tengah, yakni Aik Berik.
Sebelum memulai pendakian, setiap pendaki wajib mendaftar secara daring melalui aplikasi eRinjani. Aplikasi ini tidak hanya memfasilitasi pendaftaran, tetapi juga mencantumkan Prosedur Standar Operasi (SOP) pendakian yang komprehensif. SOP tersebut berlaku bagi seluruh pihak yang terlibat, mulai dari pendaki Nusantara dan mancanegara, hingga trekking organizer (TO), penyedia jasa pramuwisata, pemandu, porter, serta penyedia makanan dan minuman, memastikan keselamatan dan kelancaran setiap perjalanan.
4 kecelakaan 2 tewas
Sejak pembukaan kembali pada April 2025, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) mencatat serangkaian insiden yang mengkhawatirkan di jalur pendakian. Sedihnya, dari empat kecelakaan tersebut, dua di antaranya berakhir dengan kematian. Berikut adalah rincian kecelakaan yang terjadi di Gunung Rinjani sejak dibuka kembali pada April 2025, sebagaimana dirangkum oleh Kompas.com:
1. Pendaki asal Jawa Timur Jatuh di Letter E
Seorang pendaki berinisial RBA asal Desa Sukorejo, Kecamatan Bojonegoro, Jawa Timur, dikabarkan tergelincir di jalur pendakian Gunung Rinjani pada Minggu, 13 April 2025. Insiden tersebut terjadi saat korban mencoba mengambil tongkat pendakian (trekking pole) yang terjatuh di medan yang cukup curam. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR), Yarman, membenarkan peristiwa ini. Korban kehilangan keseimbangan saat mencoba mengambil tongkatnya, hingga akhirnya tergelincir di jalur curam Letter E. Setelah menerima laporan, tim evakuasi langsung diterjunkan. Namun, saat tiba di titik yang dilaporkan, korban tidak ditemukan. Tim pun memutuskan untuk kembali. Dalam perjalanan turun, tim akhirnya bertemu dengan korban di kawasan Pelawangan 3. Berdasarkan informasi yang dihimpun, RBA berhasil naik sendiri dengan menyisir sisi tebing dan dipastikan dalam kondisi aman.
2. WNA Malaysia Jatuh di Jalur menuju Danau Segara Anak
Pendaki asal Malaysia berinisial CUC (52) mengalami kecelakaan di jalur pendakian Gunung Rinjani via Sembalun pada Minggu, 27 April 2025. Dalam video yang beredar, pendaki lainnya yang saat itu sedang melewati jalur tersebut berusaha membantu korban sembari menunggu tim evakuasi. Korban nampak mengalami luka di sejumlah bagian tubuhnya, termasuk di pergelangan kaki, yang membuatnya harus ditandu. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) Yarman mengatakan, korban terjatuh di bawah Pelawangan, sekitar 200 meter menuju Danau Segara Anak, sekira pukul 14:11 WITA. Tim medis dari Tanger Rinjani yang siaga di shelter emergency serta tim Edelweis Medical Help Center melakukan evakuasi. Korban berhasil dievakuasi ke shelter emergency di Plawangan Sembalun pada pukul 16.51 WITA, dan sekitar pukul 17.30 WITA, korban dibawa turun dari Pelawangan Sembalun oleh Tim EMHC didampingi pemandu dan porter dari trek organizer.
3. WNA Malaysia Jatuh di Jalur Torean dan meninggal dunia
Pendaki asal Malaysia, Rennie Bin Abdul Ghani (57), yang terjatuh di Gunung Rinjani akhirnya dievakuasi pada Minggu, 4 Mei 2025. Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Yarman mengatakan, jenazah berhasil dievakuasi dari dasar jurang sedalam kurang lebih 80 meter sekira pukul 10:30 WITA, lalu dibawa menuju pintu pendakian Torean di Kabupaten Lombok Utara. Jenazah kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Mataram untuk proses pemulasaran. Yarman menjelaskan kronologi kecelakaan tersebut: insiden bermula saat rombongan akan mengambil air di jalur Banyu Urip, Torean, pada Sabtu, 3 Mei 2025, sekira pukul 11:00 WITA. Namun, korban tidak mengikuti rombongannya untuk beristirahat dan memilih untuk terus berjalan. Ketua rombongan sempat menyusul korban dan berusaha membantunya melewati jalur yang terdapat reling tali, namun korban menolaknya. Saat turun, korban melepas pegangan pada reling tali pengaman, dan pijakan kakinya terpeleset, sehingga korban kehilangan keseimbangan kemudian terjatuh ke arah kanan dari jalur pendakian. Kepala Kantor SAR Mataram, Muhamad Hariyadi, mengatakan proses evakuasi dilakukan dengan sistem penurunan (lowering) dan penarikan (lifting) yang memanfaatkan peralatan mountaineering. Medan yang curam dan terjal serta kondisi kabut tebal menjadi tantangan utama bagi tim SAR. Pengangkatan jenazah korban memakan waktu sekitar 3,5 jam. Setelah berhasil dievakuasi dari jurang, RAG diserahkan ke BTNGR dan pihak keluarga, lalu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Mataram untuk penanganan lebih lanjut.
4. WNA Brasil Jatuh di Lereng Puncak
Insiden paling tragis dan menyita perhatian adalah jatuhnya Juliana Marins (27), seorang pendaki asal Brasil, pada Sabtu, 21 Juni 2025. Laporan petugas Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menyebutkan korban dikabarkan jatuh ke arah Danau Segara Anak di sekitar titik Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani. Kepala TNGR, Yarman, mengungkapkan korban diperkirakan terjatuh sedalam 150–200 meter dan kondisi awalnya ditandai teriakan permintaan tolong. Meskipun sempat ada harapan korban selamat, ia akhirnya ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pada Selasa, 24 Juni 2025, di jurang jalur puncak Gunung Rinjani. Tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, Unit SAR Lombok Timur, Brimob, Polisi Hutan, EMHC, Lorax, Porter, dan Rinjani Squad, dengan total 48 personel, menjangkau posisi korban. Kronologinya, helikopter bantuan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) awalnya dikerahkan untuk evakuasi pada Selasa (24/6/2025) siang, namun terhambat kondisi cuaca dan kabut tebal. Selanjutnya, evakuasi dicoba dilakukan dengan cara semula, yakni menggunakan vertical lifting. Korban berhasil didekati pada Selasa (24/6/2025) pukul 18.00 WITA pada lereng dengan kedalaman 600 meter. Karena hari sudah mulai gelap dan medan yang sulit, para personel memutuskan untuk melakukan flying camp (berkemah di lokasi) di sekitar posisi korban. Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya TNI Mohammad Syafi’i mengatakan, setelah dilakukan pemeriksaan, Juliana dipastikan sudah meninggal dunia. Proses evakuasi jenazah dilanjutkan Rabu (25/6/2025) pagi, setelah cuaca membaik. Korban diangkat ke atas, kemudian dibawa menyusuri rute pendakian ke posko Sembalun.
Ringkasan
Gunung Rinjani menawarkan keindahan memukau yang menarik pendaki, namun juga menyimpan potensi bahaya serius, terutama bagi yang kurang persiapan. Sejak dibuka kembali pada April 2025, tercatat empat insiden pendakian, dua di antaranya berujung fatal, termasuk kasus tragis pendaki Brasil Juliana Marins dan seorang warga Malaysia. Insiden ini menekankan pentingnya kesiapsiagaan fisik dan mental sebelum mendaki.
Setiap calon pendaki wajib mendaftar daring melalui aplikasi eRinjani yang memuat Prosedur Standar Operasi (SOP) komprehensif demi keselamatan semua pihak. Masyarakat lokal juga memegang teguh kepercayaan tentang aura ‘angker’ dan legenda Dewi Anjani, sehingga persiapan spiritual juga dianggap penting. Ini menunjukkan bahwa keselamatan di Rinjani sangat bergantung pada kepatuhan terhadap aturan dan persiapan menyeluruh.