Rinjani Berduka: Kisah Tragis Pendaki Gunung di Indonesia & Tips Aman

Ade Banteng

Foto ini mengabadikan momen penting dalam perjalanan saya mendaki Gunung Rinjani pada tahun 2021. Ini adalah pendakian kedua saya ke gunung megah setinggi 3.726 Mdpl ini. Berbeda dengan pengalaman pertama di tahun 2013, saat itu saya berhasil menggapai puncak Rinjani meskipun dengan sisa-sisa tenaga yang terkuras habis. Sempat nyaris putus asa menghadapi medan puncak yang teramat berat, namun akhirnya saya berhasil berdiri tegak di puncaknya, merasakan kebanggaan yang luar biasa.

Pendakian kedua pada tahun 2021 membawa cerita yang sangat berbeda. Bersama beberapa teman, kami terpaksa gagal menggapai puncak Rinjani karena dihantam badai ekstrem. Angin yang bertiup begitu kencang hingga pandangan tersapu pasir yang berterbangan membuat langkah kami terhenti. Pemandu kami, dengan sigap, menganjurkan kami untuk segera turun, meskipun saat itu kami sudah berada di Cemara Tunggal, sebuah area yang hampir mencapai ‘Letter E’ – yang berarti puncak sudah di depan mata. Cemara Tunggal sendiri dikenal sebagai salah satu bagian paling ekstrem di jalur pendakian Rinjani. Medannya sangat terjal, berbatu, dan seringkali licin, diapit oleh jurang dalam di satu sisi dan kawah di sisi lain, menambah tingkat kesulitan dan bahaya.

Saya, bersama teman perempuan dan pemandu, memutuskan untuk turun demi keselamatan, sementara beberapa pendaki lain nekat melanjutkan perjalanan menuju puncak, menantang badai angin yang jelas berisiko tinggi terhadap nyawa mereka. Bagi saya, ini adalah refleksi nyata bahwa salah satu kelemahan terbesar para pendaki seringkali adalah sulitnya melawan ego pribadi. Puncak seolah menjadi tolak ukur dan kewajiban mutlak dalam setiap pendakian gunung, mendorong mereka untuk bertaruh nyawa demi menggapainya. Ketika badai angin sedikit mereda, saya menyempatkan diri berfoto di dekat Cemara Tunggal, dengan pemandangan langsung ke arah jurang Danau Segara Anak. Lokasi ini memang persis seperti saat kita berada di puncak Rinjani. Momen itu sontak mengingatkan saya pada tragedi jatuhnya pendaki asal Brazil, Juliana Marins, di lokasi yang kurang lebih sama. Saya membayangkan betapa terkejutnya almarhumah ketika terpeleset dan terjatuh ke jurang. Kemungkinan besar, saat Juliana hendak beristirahat karena kelelahan, ia terpeleset karena kontur tanah berpasir di tempat ia berpijak ternyata tidak kokoh, sehingga kehilangan keseimbangan dan terjatuh.

Secara jujur, jalur pendakian Gunung Rinjani memang sangat menguras tenaga, terutama saat summit attack menuju puncaknya. Energi ekstra wajib dikeluarkan karena medan yang harus dihadapi sangat menantang: bebatuan, pasir vulkanik yang dalam, dan tanjakan yang curam. Setiap langkah kaki terasa seperti memikul beban teramat berat. Tak heran muncul istilah ‘satu langkah naik, dua langkah turun’ – ini adalah realitas karena medannya yang didominasi pasir gembur. Bagian terberat dari pendakian Rinjani justru berada di segmen dari area camp di Sembalun menuju puncak. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak pendaki yang menyerah atau memilih beristirahat lama di sekitar Cemara Tunggal atau area sekitarnya, karena memang di sinilah tantangan sesungguhnya dimulai dengan medan yang semakin berat.

Dari setiap pendakian gunung, ada pesan moral mendalam yang bisa diambil. Setiap gunung memiliki ciri khas dan keunikannya, dengan jalur-jalur yang menantang dan tidak mudah. Oleh karena itu, setiap pendaki wajib mempersiapkan diri secara matang, baik secara fisik, mental, maupun perbekalan. Sejatinya, mendaki gunung mengajarkan kemandirian; kita tidak bisa sepenuhnya bergantung pada orang lain, entah itu porter, pemandu, atau bahkan pasangan. Prioritas utama adalah bertanggung jawab pada diri sendiri sebelum membantu orang di sekitar kita. Kecelakaan selama pendakian bisa terjadi karena kelalaian atau musibah. Banyak kasus pendaki terjatuh karena lalai, terlalu asyik berswafoto atau bercanda tanpa menyadari kondisi pijakan yang licin atau curam, yang akhirnya mengorbankan diri sendiri. Sementara itu, musibah bisa datang tanpa terduga, seperti tertimpa batu yang menggelinding dari ketinggian saat berjalan turun, sebuah insiden yang sulit dihindari.

Jika Anda memutuskan ingin merasakan pengalaman mendaki gunung, pastikan Anda memang menyukai tantangan, petualangan, dan segala jenis adventure. Di gunung, kita terisolasi dari keramaian dan banyak orang. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, pertolongan sangat sulit didapatkan. Hanya orang-orang di sekitar Anda yang bisa memberikan pertolongan pertama. Oleh karena itu, bersikap baiklah pada sesama pendaki. Jangan pernah merasa harus diprioritaskan hanya karena merasa penting, hebat, atau ternama – itu sama sekali tidak berlaku di gunung. Sekali lagi, mendaki gunung bukanlah hobi yang mudah; jika tidak siap secara fisik dan mental, sebaiknya cari hobi lain yang lebih sesuai. Terakhir, dengan segala hormat, turut berduka cita sedalam-dalamnya untuk para korban pendaki gunung yang meninggal dunia dalam sepekan terakhir. Semoga mereka beristirahat dalam damai: Juliana Marins (26) di Gunung Rinjani, Lombok; Jovita Diva Prabudawardani (21) di Gunung Muria, Kudus; dan Ayom (60) di Gunung Salak, Bogor.

Ringkasan

Pendakian kedua penulis ke Gunung Rinjani pada tahun 2021 gagal mencapai puncak karena badai ekstrem di Cemara Tunggal, area pendakian yang sangat terjal dan berbahaya. Pengalaman ini menunjukkan sulitnya melawan ego pribadi yang kerap mendorong pendaki menantang risiko demi puncak. Jalur menuju puncak Rinjani sangat menguras tenaga, terutama karena medannya yang berbatu, berpasir vulkanik dalam, dan tanjakan curam. Bagian terberat pendakian ini umumnya adalah segmen dari area kemah Sembalun hingga puncak.

Setiap pendakian gunung menuntut persiapan fisik dan mental matang, serta kemandirian, karena pertolongan sulit didapatkan. Kecelakaan sering terjadi karena kelalaian pendaki atau musibah tak terduga. Artikel ini juga mengenang tragedi jatuhnya pendaki Juliana Marins di Rinjani, serta korban lain di Gunung Muria dan Salak. Mendaki gunung bukanlah hobi mudah dan membutuhkan kesiapan fisik serta mental yang kuat.

Baca Juga

Bagikan: