Rancak Media – Tragedi pendakian gunung kembali menyelimuti dunia pariwisata ekstrem Indonesia. Baru-baru ini, seorang turis asal Brazil, Juliana Marins (26), dilaporkan meninggal dunia setelah terjatuh ke jurang di dekat Puncak Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Penting untuk dipahami, mendaki gunung bukanlah sekadar petualangan biasa; ini adalah aktivitas ekstrem yang sarat dengan risiko, bahkan berpotensi merenggut nyawa. Niat untuk menikmati keindahan puncak bisa berujung fatal jika tidak disertai persiapan mendaki yang matang dan manajemen perjalanan yang optimal. Ingatlah, tujuan utama mendaki gunung adalah kembali ke rumah dengan selamat, bukan hanya sekadar mengabadikan foto di puncak. Bahaya dalam setiap pendakian bisa datang dari medan gunung itu sendiri maupun dari kelalaian pribadi.
Baca juga: Mendaki Gunung Gede Pangrango Secara Ilegal, Ini Sanksi yang Menanti
Menyikapi berbagai insiden yang terjadi, praktisi pendakian gunung, Ade Wahyu, yang akrab disapa Dewe, menekankan pentingnya ‘mengenali medan’ sebagai langkah fundamental sebelum memulai pendakian. Para pendaki, menurut Dewe, wajib memahami secara detail kondisi jalur, ketinggian, titik-titik bahaya, status gunung (apakah terbuka atau tidak), prakiraan cuaca, serta faktor-faktor lain yang relevan.
Dewe juga sangat menganjurkan untuk tidak mendaki sendirian; sebaiknya selalu didampingi pemandu atau setidaknya orang yang sudah berpengalaman. Selain itu, kondisi fisik adalah prioritas utama. “Saat mau naik, kondisi tubuh harus sehat dan fit, cukup istirahat, makanan yang baik, minum cukup sehingga bisa tetap fokus saat mendaki apalagi jika mau ke puncak,” tegas Dewe kepada KompasTravel, Selasa (24/6/2025).
Selama proses pendakian, hindari sebisa mungkin berjalan di malam hari atau dalam kondisi gelap. Namun, jika situasi mengharuskan pendakian malam, pastikan Anda membekali diri dengan senter yang berfungsi baik, lengkap dengan baterai cadangan dan lampu cadangan. Selain itu, peralatan darurat esensial seperti kotak medis, makanan dan minuman tambahan, serta jas hujan wajib tersedia dalam perlengkapan Anda.
Mengenai tempat istirahat, Dewe menyarankan agar para pendaki yang merasa lelah untuk memilih lokasi yang benar-benar aman, jauh dari potensi longsor, tepian jurang, dan paparan langsung sinar matahari. Kelengkapan peralatan juga menjadi sorotan penting. “Pakai peralatan yang lengkap, baju hangat, sepatu, serta peralatan tambahan melindungi tubuh seperti topi, kacamata, masker bila di gunung api,” tegas Dewe, yang juga berprofesi sebagai pemandu gunung. Ia menambahkan, “Lapor kepada petugas saat akan mendaki” sebagai prosedur standar keselamatan yang tak boleh diabaikan.
Terakhir, namun tak kalah vital, adalah kesiapan alat komunikasi untuk antisipasi situasi darurat. Menurut Dewe, di gunung–gunung yang populer dan sering dikunjungi wisatawan, sinyal radio dan sinyal telepon genggam biasanya sudah tersedia, memberikan lapis keamanan tambahan bagi para pendaki.
Baca juga: 5 Tips Praktis Mendaki Gunung Bersama Anak agar Aman dan Nyaman
Ringkasan
Pendakian gunung adalah aktivitas ekstrem dengan risiko fatal, seperti yang ditunjukkan oleh insiden baru-baru ini di Gunung Rinjani. Tujuan utama pendakian adalah kembali ke rumah dengan selamat, bukan sekadar mengabadikan foto di puncak. Persiapan matang dan manajemen perjalanan yang optimal sangat penting untuk memitigasi bahaya dari medan maupun kelalaian pribadi.
Praktisi Ade Wahyu menekankan pentingnya mengenali medan, tidak mendaki sendirian, serta memastikan kondisi fisik prima. Selama pendakian, hindari berjalan di malam hari dan selalu siapkan peralatan darurat lengkap, termasuk alat komunikasi. Penting juga untuk menggunakan perlengkapan yang sesuai, memilih tempat istirahat yang aman, dan melapor kepada petugas sebelum memulai pendakian.