PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI) menunjukkan langkah strategis yang signifikan dengan resmi melepas kepemilikan bisnis Lawson pada Mei 2025. Divestasi ini dipicu oleh kontribusi Lawson yang dinilai lemah terhadap kinerja keuangan perseroan. Menariknya, langkah ini telah didahului oleh inisiatif MIDI yang memperkenalkan konsep bisnis baru serupa bernama JA-DI, yang telah diluncurkan pada Agustus 2024 sebelumnya.
Proses divestasi Lawson melibatkan pengalihan saham kepada induk usaha MIDI, yakni PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT). Secara resmi, pada 14 Mei, MIDI menjual 70% dari total kepemilikan sahamnya di Lawson, dengan nilai transaksi mencapai Rp 200,45 miliar.
Para analis pasar menyambut positif keputusan strategis MIDI ini. Abdul Azis, Analis Kiwoom Sekuritas, berpendapat bahwa pelepasan Lawson tidak akan banyak memengaruhi margin perseroan. “Sebenarnya itu tidak mengganggu dari pendapatan MIDI. Terlebih, kami melihat ini bisa jadi peluang MIDI untuk fokus meningkatkan penjualan antar toko,” jelas Abdul kepada Kontan, Senin (23/6), menyoroti potensi pertumbuhan internal.
Senada dengan pandangan tersebut, Jessica Leonardy, Equity Research Analyst OCBC Sekuritas, turut menggarisbawahi kekuatan fundamental MIDI. Ia mengungkapkan bahwa tanpa kontribusi Lawson pun, MIDI berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 18% secara year-on-year (YoY) dan lonjakan laba bersih 28% YoY pada kuartal I-2025. “Itu menunjukkan fundamental inti yang kuat dan profitabilitas berkelanjutan dari operasi utamanya,” tutur Jessica, juga kepada Kontan, Senin (23/6).
Fokus utama MIDI kini beralih ke bisnis barunya, JA-DI, yang diyakini menyimpan potensi besar dan prospek cerah. Menurut Rifdah, konsep JA-DI menawarkan efisiensi modal yang signifikan, hanya membutuhkan capital expenditure (capex) sekitar Rp 100 juta. Hal ini dimungkinkan karena JA-DI memanfaatkan peralatan yang lebih sederhana dan tidak menanggung biaya sewa, sebab operasionalnya terintegrasi di dalam gerai MIDI lainnya. Angka ini kontras dengan kebutuhan capex Lawson yang jauh lebih besar, berkisar antara Rp 350 juta hingga Rp 500 juta.
Meskipun peluncuran JA-DI masih dalam skala terbatas, Rifdah menilai inisiatif ini sebagai peluang strategis bagi MIDI untuk menyempurnakan operasionalnya di segmen ritel. “Inisiatif ini mencerminkan strategi MIDI untuk tumbuh di segmen ritel makanan segar sambil belajar dari tantangan sebelumnya dengan Lawson Indonesia,” pungkasnya. Dengan demikian, JA-DI tidak hanya menjadi ekspansi, melainkan juga sebuah evolusi strategi bisnis yang matang dari MIDI.
Secara keseluruhan, optimisme terhadap saham MIDI menguat di kalangan analis. Rifdah merekomendasikan “buy” untuk saham MIDI, dengan target harga akhir tahun di level Rp 490 per saham. Abdul Azis juga memandang inovasi bisnis MIDI melalui JA-DI berpotensi besar untuk mendongkrak penjualan perseroan, sehingga ia merekomendasikan “buy” dengan target harga akhir tahun Rp 458 per saham.
Ringkasan
PT Midi Utama Indonesia Tbk. (MIDI) mengambil langkah strategis dengan melepas kepemilikan bisnis Lawson pada Mei 2025, menyusul kontribusinya yang lemah terhadap kinerja keuangan. Langkah ini didahului dengan peluncuran konsep bisnis baru serupa bernama JA-DI pada Agustus 2024. Divestasi Lawson melibatkan penjualan 70% saham kepada PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) senilai Rp 200,45 miliar, dan para analis menyambut positif keputusan ini, menilai fundamental inti MIDI tetap kuat.
Fokus utama MIDI kini beralih ke bisnis JA-DI yang diyakini menyimpan potensi besar dan efisiensi modal signifikan, hanya membutuhkan capex sekitar Rp 100 juta karena terintegrasi di gerai MIDI lainnya. Konsep ini memungkinkan MIDI untuk mengoptimalkan operasional dan meningkatkan penjualan di segmen ritel makanan segar. Analis pasar menunjukkan optimisme terhadap saham MIDI, merekomendasikan “buy” dan memproyeksikan inovasi bisnis ini berpotensi besar mendongkrak penjualan perseroan.