Panas! Serangan Iran Bikin Saham AS Besok Bisa Ambyar?

Ade Banteng

Para investor di Wall Street, pasar saham Amerika Serikat (AS), bersiap menghadapi potensi aksi jual besar-besaran pada Senin depan. Kekhawatiran ini muncul setelah serangan AS terhadap Iran meningkatkan spekulasi mengenai potensi pembalasan dan lonjakan harga minyak global.

Menurut laporan Reuters yang diterbitkan pada Senin (23/6), gejolak di Timur Tengah kini menjadi sorotan utama pasar. Para pelaku pasar sedang mengevaluasi dampak dari keputusan mendadak Presiden Donald Trump untuk bergabung dengan kampanye militer Israel melawan Iran, yang berpotensi memengaruhi sentimen pasar, tingkat inflasi, serta arah suku bunga.

Steve Sosnick, Kepala Strategi Pasar di Interactive Brokers di Connecticut, menegaskan bahwa pasar saham pasti akan bereaksi negatif. Namun, ia menambahkan bahwa skala reaksi tersebut akan sangat bergantung pada respons balasan dari Iran serta pergerakan harga minyak mentah. “Yang sebenarnya kita amati adalah efek sekunder: pergerakan harga minyak, stabilitas pasar, dan kenaikan harga di seluruh ekonomi. Tidak ada saham global penting yang secara langsung terpengaruh oleh apa yang terjadi malam ini,” jelas Sosnick.

Indeks S&P 500 (.SPX) sendiri saat ini berada sedikit di bawah titik tertingginya pada Februari lalu, setelah menunjukkan pemulihan signifikan dari aksi jual di awal April seiring meredanya ketegangan tarif. Namun, indeks acuan AS ini tampak ‘beristirahat’ pada posisi sekitar 2,7 persen di bawah puncak penutupannya di bulan Februari. Setelah melewati 27 sesi perdagangan dalam jarak 5 persen dari titik tertinggi Februari, indeks ini belum mampu mencetak rekor baru.

Konflik antara Israel dan Iran memang telah memicu lonjakan harga minyak yang signifikan, sekaligus menumbuhkan kehati-hatian di pasar. Sejauh ini, pasar minyak telah menyerap sebagian besar dampak dari gejolak geopolitik ini, dengan pasar ekuitas yang relatif stabil. Namun, para investor saham tetap khawatir bahwa kenaikan harga minyak dapat memicu inflasi, yang pada gilirannya bisa menggagalkan rencana pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

Pada Rabu lalu, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga stabil, sementara para pembuat kebijakan mengisyaratkan adanya potensi penurunan biaya pinjaman pada tahun ini. Namun, mereka juga memproyeksikan laju keseluruhan pemangkasan suku bunga di masa depan akan lebih lambat dibandingkan perkiraan mereka pada pertemuan bulan Maret sebelumnya.

Meskipun sebagian besar investor memprediksi ketegangan di Timur Tengah akan memicu kegugupan jangka pendek di pasar saham dan mendorong pergeseran ke aset-aset yang lebih aman seperti dolar AS dan obligasi pemerintah, beberapa pihak justru memperkirakan situasi ini akan mengalami deeskalasi. Mark Malek, Kepala Investasi Siebert Financial, berpandangan optimis. “Saya pikir ini akan sangat positif bagi pasar saham. Hal ini akan meyakinkan, terutama karena tampaknya ini adalah situasi yang hanya terjadi sekali dan selesai, bukan seolah-olah (AS) sedang mencari konflik yang berlarut-larut,” ujarnya.

Selain perkembangan geopolitik, investor juga akan memantau serangkaian rilis data ekonomi penting. Pada hari Senin, data aktivitas bisnis AS dan penjualan perumahan akan dirilis. Disusul oleh angka kepercayaan konsumen pada hari Selasa, dan puncaknya adalah Indeks Harga PCE pada hari Jumat, yang menjadi indikator inflasi favorit The Fed.

Ringkasan

Investor di Wall Street bersiap menghadapi potensi aksi jual besar-besaran setelah serangan AS terhadap Iran, memicu kekhawatiran akan pembalasan dan lonjakan harga minyak global. Gejolak di Timur Tengah ini menjadi sorotan utama pasar, dengan para pelaku mengevaluasi dampaknya terhadap sentimen pasar, inflasi, serta arah suku bunga. Analis memperkirakan reaksi negatif di pasar saham, yang skalanya akan sangat bergantung pada respons Iran dan pergerakan harga minyak mentah.

Konflik ini telah mendorong kenaikan harga minyak yang signifikan, memicu kekhawatiran bahwa inflasi dapat meningkat dan menghambat rencana pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve. Meskipun The Fed mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga, laju pemangkasan diproyeksikan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya. Selain perkembangan geopolitik, investor juga akan memantau serangkaian rilis data ekonomi penting yang memengaruhi pasar.

Baca Juga

Bagikan:

Tags