JAKARTA. Suhu geopolitik di Timur Tengah memanas drastis menyusul gempuran Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu (21/6) waktu setempat. Presiden AS Donald Trump dengan tegas menyatakan operasi ini sebagai “sukses besar”, mengklaim program nuklir Iran telah lumpuh total. Intervensi langsung AS dalam pusaran konflik Iran-Israel ini sontak memicu kekhawatiran global, mengancam stabilitas kawasan sekaligus membayangi prospek ekonomi global. Imbasnya, pasar finansial dilanda ketidakpastian, memicu potensi capital outflow masif dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Kecemasan ini bukan tanpa alasan. Data dari RTI menunjukkan bahwa investor asing telah membukukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 50,38 triliun secara year to date (YTD) di seluruh pasar. Angka ini mencerminkan kegelisahan yang mendalam terhadap prospek pasar domestik.
Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran Akan Putuskan Penutupan Selat Hormuz
IHSG Terancam Koreksi Tajam
Menganalisis situasi ini, Rully Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist PT Mirae Asset Sekuritas, memperingatkan bahwa lonjakan tensi geopolitik berpotensi memicu sentimen “risk-off” yang signifikan. Menurutnya, pasar saham Asia akan menjadi yang pertama merespons dengan koreksi tajam, tak terkecuali Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia. “Potensi arus keluar dana asing dari pasar saham Indonesia cukup besar,” ungkap Rully kepada Kontan.co.id pada Minggu (22/6).
Emiten Migas Dibayangi Sentimen Global, Cek Rekomendasi Saham ELSA, MEDC, RATU, ENRG
Ia memperkirakan saham-saham unggulan yang menjadi incaran asing, seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Astra International Tbk (ASII), dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), akan menghadapi tekanan jual. Dalam jangka pendek hingga menengah, Rully memproyeksikan pergerakan IHSG akan berada di kisaran 6.700–6.950. Lebih lanjut, Rully menyoroti risiko krusial dari kemungkinan penutupan Selat Hormuz oleh Iran, sebuah langkah yang dapat mendongkrak harga minyak hingga mendekati US$80 per barel. Dalam skenario ini, aset lindung nilai (safe haven) seperti dolar AS dan emas akan menguat tajam, sementara nilai tukar rupiah berpotensi tertekan.
Saham Tel Aviv Cetak Rekor Tertinggi Usai Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran
Perlu Antisipasi Skenario Terburuk
Menambahkan perspektif, Guru Besar Keuangan Universitas Indonesia, Budi Frensidy, berpendapat bahwa dampak serangan AS terhadap Iran akan terasa signifikan dalam jangka pendek. Namun, efeknya bisa terbatas asalkan konflik tidak meluas. “Selama negara besar lain seperti China dan Rusia tidak ikut terlibat, saya rasa pasar masih bisa stabil. Namun kalau sampai itu terjadi, risiko perang dunia ketiga terbuka,” jelas Budi. Ia juga memperkirakan, jika terjadi capital outflow, dana tersebut kemungkinan besar akan mengalir ke aset safe haven seperti emas.
Senada, Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, mengamini bahwa kekhawatiran investor akan mendorong relokasi dana dari aset berisiko tinggi menuju instrumen safe haven. “Data menunjukkan asing masih mencatatkan net sell Rp 53 triliun YTD, sehingga potensi berlanjut jika tensi konflik pasca serangan AS ke Iran meningkat,” tegas Audi.
Geopolitik Makin Tegang, Rupiah Diproyeksi Tertekan pada Senin (23/6)
Ia menguraikan bahwa sektor keuangan, industri, konsumer siklikal, dan properti akan menjadi yang paling rentan terdampak jika eskalasi konflik terus berlanjut. Emiten-emiten berkapitalisasi besar (big caps) dari sektor-sektor ini, khususnya perbankan KBMI IV, menjadi kandidat terdepan untuk dilepas oleh investor asing. Audi memproyeksikan IHSG berpeluang merosot ke kisaran 6.400–6.550 dalam jangka pendek-menengah. Sementara untuk jangka panjang, indeks diperkirakan akan bergerak dalam rentang 6.200–7.400.
Tiga Skenario Terburuk bagi IHSG
Audi juga merincikan tiga skenario krusial yang dapat memicu tekanan masif di pasar saham:
- Keterlibatan langsung dan aktif AS dalam melancarkan serangan terhadap Iran, termasuk fasilitas militer dan nuklir.
- Penutupan Selat Hormuz oleh Iran, sebuah jalur maritim strategis yang menjadi arteri bagi 20%-30% pasokan minyak global.
- Dukungan terang-terangan dari sekutu Iran, seperti China atau Rusia, yang berpotensi memperluas konflik menjadi skala yang lebih besar.
“Jika skenario-skenario ini benar-benar terjadi, pasar dapat terperosok lebih dalam,” pungkasnya.
Geopolitik Makin Panas, Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (23/6)
Minimnya Sentimen Positif Domestik Memperparah Keadaan
Di sisi lain, Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat, mengingatkan bahwa Indonesia juga menghadapi serangkaian tantangan internal yang tak kalah berat. Minimnya sentimen positif dari dalam negeri menjadikan pasar domestik kian rentan terhadap gejolak eksternal. “Ekonomi kita sedang punya masalah sendiri, terlepas dari konflik Timur Tengah,” ujar Teguh. Ia menyoroti beberapa isu krusial: pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah 5%, tekanan berkelanjutan pada nilai tukar rupiah, penerimaan pajak yang belum optimal, serta absennya terobosan kebijakan fiskal yang mampu mendongkrak kepercayaan pasar. Teguh memprediksi, jika kombinasi situasi global dan domestik memburuk, IHSG dapat terperosok ke level 6.000–6.200. Namun, jika ada perbaikan kondisi, indeks masih berpeluang bertahan di kisaran 6.400–6.700.
Tumbang di Pekan Lalu, Begini Proyeksi Pergerakan IHSG, Senin (23/6)
Sektor Energi: Penopang di Tengah Badai Geopolitik
Meskipun awan kelabu menyelimuti, ada secercah harapan di tengah tensi geopolitik yang memanas. Saham sektor energi dan bahan baku justru berpeluang mendapatkan sentimen positif. Oktavianus Audi secara spesifik merekomendasikan trading buy untuk saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dengan target harga Rp 1.590, serta speculative buy untuk PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dengan target Rp 8.400 per saham. Ini menunjukkan bahwa di tengah ketidakpastian, sektor-sektor tertentu masih menawarkan potensi menarik bagi investor.
MEDC Chart by TradingView
Ringkasan
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah meningkat drastis menyusul gempuran Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran, memicu kekhawatiran global dan ketidakpastian ekonomi. Imbasnya, pasar finansial dilanda potensi capital outflow masif, terutama dari negara berkembang seperti Indonesia. Investor asing telah membukukan aksi jual bersih signifikan secara year to date, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan menghadapi koreksi tajam.
Analis memperingatkan risiko penutupan Selat Hormuz yang dapat mendongkrak harga minyak, serta potensi keterlibatan negara besar lain yang memperluas konflik. Dana investor kemungkinan akan beralih ke aset lindung nilai seperti emas dan dolar AS, menekan nilai tukar rupiah dan sektor rentan seperti keuangan. Namun, di tengah kondisi ini, saham sektor energi dan bahan baku berpeluang mendapatkan sentimen positif.