* Tujuan Hidup: Cara Efektif Keluar dari Jalan Buntu

nafa cahyani

Advertisement

Saat menginjak usia 17 tahun, sebuah masa remaja yang penuh gejolak, pikiran saya selalu dihantui pertanyaan besar: apakah saya akan menemukan tujuan hidup saya sendiri? Kecemasan ini adalah bayang-bayang yang membuat saya begitu takut akan masa depan, terutama ketika waktu terus berputar tanpa henti, dan saya merasa tanpa arah yang jelas. Ketakutan itu semakin menjadi-jadi saat membandingkan diri dengan teman sebaya. Mereka tampak sudah memiliki peta kehidupan, entah itu ambisi untuk kuliah, memulai karier, atau mendalami hobi tertentu. Sementara itu, saya merasa terdampar, tanpa memiliki satu pun tujuan di usia yang krusial itu. Perasaan takut akan “keterlenaan diri” — terperangkap dalam ketidakpastian — sungguh membebani.

Kecamuk batin itu begitu kuat, terus-menerus membayangi dan menghantui setiap langkah. Kondisi mental yang demikian pada akhirnya mendorong saya mengambil keputusan yang tidak tepat, hanya untuk menemukan diri saya semakin terperosok dalam kebuntuan hidup, jauh dari makna tujuan hidup yang sebenarnya. Berulang kali saya mencoba untuk meraih kepastian, berulang kali pula saya harus menghadapi kegagalan. Sebuah pertanyaan pahit sering terlintas di benak: “Apakah saya semalang ini sebagai manusia, bahkan untuk menemukan tujuan hidup saja tidak bisa?”

Meskipun dihantui kegagalan, saya tidak menyerah. Berbagai upaya dan eksplorasi saya lakukan demi menemukan tujuan hidup, namun hasilnya nihil. Kegagalan demi kegagalan menjadi teman setia, membentuk sebuah kebiasaan yang pada akhirnya membuat saya terbiasa dengan rasa kecewa. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, hingga tahun demi tahun berlalu dalam pencarian diri yang tak berkesudahan.

Advertisement

Titik balik itu tiba saat saya menginjak usia 20 tahun. Di momen inilah, perspektif saya mulai berubah secara fundamental. Saya mulai mempertanyakan esensi dari “tujuan yang pasti.” Dari sanalah saya menyadari sebuah kebenaran universal: setiap manusia, pada usia berapa pun, pasti akan mengalami masa-masa kebuntuan. Lantas, bagaimana dengan tujuan hidup? Saya akhirnya memahami bahwa itu bukanlah sebuah destinasi tunggal yang harus ditemukan secara paksa. Sebaliknya, tujuan hidup adalah sebuah aspek yang harus terus dijalani setiap saat, sebuah perjalanan yang akan terbentuk secara perlahan dan bertahap hingga pada waktunya.

Memaksakan diri untuk terus menggali atau “menemukan” tujuan yang belum saatnya hanya akan membawa risiko yang lebih besar: jatuh semakin dalam karena kerumitan pikiran. Oleh karena itu, kebijaksanaan yang saya dapatkan adalah untuk menjalani kehidupan yang sekarang dengan sepenuh hati, membiarkan tujuan hidup itu sendiri yang menemukan jalannya, bukan kita yang berjuang keras mengejarnya secara membabi buta. Proses ini adalah bagian integral dari perjalanan hidup dan perkembangan diri yang otentik.

Ringkasan

Pada usia 17 tahun, penulis mengalami kecemasan mendalam dan perasaan tanpa arah, sering membandingkan diri dengan teman sebaya. Kondisi ini mendorong pengambilan keputusan yang salah, justru menjerumuskan pada kebuntuan hidup dan kegagalan berulang dalam mencari tujuan. Pencarian diri yang melelahkan ini berlangsung selama bertahun-tahun.

Titik balik terjadi pada usia 20 tahun, ketika penulis menyadari bahwa setiap orang pasti mengalami masa kebuntuan. Pemahaman baru muncul bahwa tujuan hidup bukanlah destinasi tunggal yang dipaksakan, melainkan sebuah perjalanan yang terbentuk secara bertahap. Kebijaksanaan yang didapat adalah menjalani kehidupan saat ini sepenuhnya, membiarkan tujuan hidup menemukan jalannya sendiri.

Advertisement

Baca Juga

Tags

nafa cahyani

Saya merupakan seorang content writer SEO, Teknologi, Finansial, Wisata, Resep Masakan dan lain-lain, Semoga dapat bermanfaat untuk teman semua.