Tempe Mendunia: Syarat Agar Diakui Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Ade Banteng

Rancak Media – , Jakarta – Budaya tempe, salah satu warisan kuliner dan sosial paling ikonik di Indonesia, kini sedang diusulkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk masuk dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan UNESCO. Pengajuan bersejarah ini dilakukan pada akhir Maret 2024 dan saat ini tengah menanti proses pembahasan lebih lanjut oleh Sekretariat Konvensi 2003 UNESCO, menandai langkah besar bagi tempe menuju pengakuan global.

Untuk bisa meraih status warisan dunia yang prestisius, sebuah karya budaya harus memiliki Outstanding Universal Value (OUV) atau Nilai Universal Luar Biasa. Kriteria fundamental ini menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi agar suatu tradisi dapat terdaftar dalam katalog UNESCO, menyoroti keunikan dan signifikansi globalnya.

Selain nilai intrinsik tersebut, dukungan kuat dari komunitas menjadi pilar penting lainnya. Sebuah tradisi wajib mampu diwariskan secara berkelanjutan kepada generasi berikutnya, didukung penuh dan dilestarikan oleh masyarakat lokal. Peran aktif pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, juga dituntut dalam upaya pelestarian dan pengenalan budaya ini ke kancah internasional, memastikan keberlangsungan dan visibilitasnya.

Dikutip dari laman Antara, UNESCO menetapkan sejumlah syarat kelayakan yang ketat dalam menentukan sebuah tradisi atau praktik budaya sebagai warisan budaya takbenda. Berikut adalah beberapa kriteria utama yang menjadi acuan:

Pertama, sebuah budaya harus mampu menumbuhkan kesadaran kolektif yang mendalam tentang pentingnya jati diri bangsa dan warisan leluhur. Ini bukan hanya tentang identitas individu, melainkan bagaimana tradisi itu membentuk identitas kolektif. Kedua, warisan tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan secara jelas mewakili identitas satu atau lebih kelompok masyarakat yang secara aktif mewarisi dan melestarikannya. Ketiga, kebudayaan yang diajukan wajib memiliki kekhasan yang membedakannya dari budaya lain, menjadi bagian tak terpisahkan dari karakter bangsa yang unik.

Keempat, tradisi tersebut harus diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian hidup yang tidak terpisahkan dalam masyarakat lokal, dari masa ke masa. Kelima, lebih dari sekadar simbol budaya, ia juga harus berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan masyarakat dan memperkuat upaya pelestarian dalam jangka panjang. Keenam, budaya yang rawan diambil alih atau diklaim oleh negara lain memiliki urgensi lebih tinggi untuk segera diakui secara resmi, sebagai langkah perlindungan.

Ketujuh, budaya itu harus relevan dengan prinsip-prinsip pelestarian budaya global yang digagas oleh UNESCO, sejalan dengan visi organisasi. Kedelapan, tradisi tersebut harus memiliki kelangsungan yang kuat dan dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya sebagai warisan hidup yang terus berkembang. Kesembilan, warisan takbenda ini harus dimiliki dan dipraktikkan secara aktif oleh komunitas yang mengakuinya sebagai bagian esensial dari identitas mereka. Terakhir, kesepuluh, budaya tersebut harus menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia dan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia, memastikan praktik yang etis dan legal.

Adapun proses penominasian sebuah warisan budaya ke UNESCO memerlukan sinergi yang erat antara pemerintah pusat, daerah, hingga komunitas lokal. Kolaborasi ini krusial dalam menyiapkan data, dokumentasi, hingga kajian ilmiah yang kuat serta menyelaraskan setiap informasi yang akan diajukan.

Setelah semua data terkumpul dengan cermat, dokumen diserahkan kepada Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Penilaian dilakukan berdasarkan sejumlah kriteria substantif seperti keberadaan karya adilihung atau tradisi yang menonjol dan sarat nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan, serta teknologi; keterkaitan dengan tradisi luar biasa lainnya; serta interaksinya terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan teknologi.

Langkah teknis selanjutnya dikawal ketat oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Tim ini akan mengumpulkan data komprehensif melalui survei lapangan yang mendalam, wawancara dengan para pelaku budaya, dan dokumentasi visual maupun tertulis. Tak berhenti di situ, pengajuan nominasi juga didukung oleh kajian ilmiah sebagai dasar akademis yang kuat. Untuk menyusun berkas akhir yang sempurna, dibentuklah tim penyusun khusus yang akan menilai objek budaya secara teknis dan substansial. Semua upaya ini dilakukan untuk memastikan bahwa warisan tersebut tidak hanya hidup dan relevan dalam masyarakat, tetapi juga diakui serta dihargai secara global.

Pilihan Editor: Mengapa Gerakan Gagal Bayar Pinjaman Online Merugikan

Ringkasan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah mengusulkan tempe untuk masuk dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda untuk Kemanusiaan UNESCO pada akhir Maret 2024. Agar diakui, tempe harus memiliki Nilai Universal Luar Biasa (OUV) yang menyoroti keunikan dan signifikansi globalnya. Dukungan komunitas dan keberlanjutan pewarisan kepada generasi mendatang juga menjadi pilar penting. Peran aktif pemerintah pusat dan daerah turut dituntut dalam upaya pelestarian serta pengenalannya secara internasional.

UNESCO menetapkan sepuluh syarat kelayakan, di antaranya kemampuan budaya menumbuhkan kesadaran jati diri bangsa dan mewakili identitas kelompok masyarakat. Warisan tersebut harus memiliki kekhasan, diwariskan turun-temurun, berfungsi sebagai alat pengembangan masyarakat, serta relevan dengan prinsip pelestarian global. Proses nominasinya memerlukan sinergi pemerintah pusat, daerah, dan komunitas lokal dalam menyiapkan data serta kajian ilmiah yang kuat. Dokumen akan dinilai berdasarkan kriteria substantif dan didukung survei lapangan mendalam serta dokumentasi komprehensif.

Baca Juga

Bagikan:

Tags