OJK Perkuat Peran Dokter: Tata Kelola Asuransi Kesehatan Lebih Baik?

Ade Banteng

Rancak Media – , Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberlakukan kebijakan baru yang mewajibkan setiap perusahaan asuransi kesehatan untuk memperkuat strukturnya dengan menempatkan tenaga medis berkualifikasi dokter serta membentuk Dewan Penasihat Medis. Kebijakan revolusioner ini disambut baik oleh Perhimpunan Dokter Pembiayaan Jaminan Sosial dan Perasuransian Indonesia (PERDOKJASI), yang melihatnya sebagai langkah progresif bagi industri.

Ketua Pengurus Pusat PERDOKJASI, Wawan Mulyawan, menekankan betapa krusialnya kehadiran Dewan Penasihat Medis ini. Menurutnya, peran dewan tersebut sangat vital untuk memastikan bahwa setiap klaim asuransi kesehatan tidak merugikan peserta asuransi, baik dari segi klinis maupun finansial. Dengan demikian, perlindungan optimal bagi pemegang polis dapat terjamin.

Wawan menambahkan, melalui keterlibatan aktif dewan ini, pengambilan keputusan klinis tidak akan lagi didasarkan semata pada kalkulasi aktuaria, aspek underwriting dan klaim, serta aspek administratif. “Keputusan tersebut akan senantiasa mempertimbangkan evidence-based medicine, efikasi layanan, serta etika kedokteran profesional yang secara tegas mengutamakan perlindungan bagi pasien sebagai pusat dari setiap tindakan,” jelas Wawan dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 7 Juni 2025.

Ketentuan mengenai Dewan Penasihat Medis ini termaktub dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 tahun 2025, yang akan mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2026. Tak hanya itu, aturan ini juga menggariskan kewajiban bagi produk asuransi kesehatan untuk menerapkan skema pembagian risiko atau co-payment, yang berarti peserta asuransi diwajibkan menanggung minimal 10 persen dari total biaya klaim. Lebih lanjut, surat edaran ini juga mengatur secara rinci koordinasi manfaat antara perusahaan asuransi dan BPJS Kesehatan, demi terciptanya sinergi yang lebih baik dalam ekosistem jaminan kesehatan.

Dari sudut pandang PERDOKJASI, regulasi ini adalah sinyal positif yang kuat menuju penguatan orientasi sosial dalam industri asuransi kesehatan nasional. “Kami mengapresiasi komitmen OJK yang tidak hanya berfokus pada keberlanjutan finansial perusahaan asuransi, tetapi juga secara tegas menjamin bahwa produk asuransi kesehatan benar-benar mampu melindungi dan memberdayakan masyarakat sebagai konsumen,” ujar Wawan, menegaskan visi OJK yang berpihak pada kepentingan publik.

Menjelaskan latar belakang penerbitan regulasi ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa salah satu tujuan utamanya adalah untuk mendorong efisiensi biaya kesehatan yang terus menunjukkan peningkatan signifikan, terutama di tengah tren inflasi medis. “Selain itu, Surat Edaran OJK ini juga diterbitkan sebagai upaya strategis untuk mendorong pembenahan menyeluruh dalam ekosistem asuransi kesehatan, melalui penerapan praktik pengelolaan risiko yang jauh lebih komprehensif dan efektif,” tutur Ogi dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan pada Senin, 2 Juni 2025.

Ringkasan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan perusahaan asuransi kesehatan menempatkan tenaga medis berkualifikasi dokter dan membentuk Dewan Penasihat Medis. Kebijakan ini, yang disambut baik PERDOKJASI, bertujuan memastikan klaim tidak merugikan peserta asuransi serta keputusan klinis mengutamakan evidence-based medicine dan etika kedokteran. Ketentuan ini termaktub dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 tahun 2025 yang berlaku efektif 1 Januari 2026.

Surat Edaran OJK tersebut juga mengatur skema co-payment minimal 10% dari biaya klaim bagi peserta dan koordinasi manfaat dengan BPJS Kesehatan. OJK menerbitkan regulasi ini untuk mendorong efisiensi biaya kesehatan di tengah inflasi medis dan memperbaiki tata kelola risiko asuransi kesehatan. PERDOKJASI mengapresiasi langkah OJK yang fokus pada keberlanjutan finansial sekaligus perlindungan konsumen.

Baca Juga

Bagikan:

Tags