Raja Ampat, destinasi wisata yang terletak di Papua Barat Daya, selama ini dikenal luas dengan kepulauannya yang memesona. Bukan hanya menyuguhkan panorama bahari yang memukau, wilayah ini juga menjadi surga bagi para penyelam berkat keindahan bawah laut dan spot diving-nya yang menakjubkan.
Tak heran jika Raja Ampat dijuluki sebagai “surga terakhir di Bumi,” sebuah julukan yang menggambarkan keindahan alamnya yang tak tertandingi. Namun, di balik kemasyhurannya, baru-baru ini tagar #saverajaampat sempat ramai diperbincangkan, menyerukan kekhawatiran akan kerusakan keindahan alam Raja Ampat akibat aktivitas pertambangan nikel.
Di tengah isu tersebut, tahukah Anda bahwa Raja Ampat menyimpan sebuah cerita rakyat yang telah melegenda secara turun-temurun? Ya, legenda tersebut mengisahkan asal-usul Raja Ampat yang konon bermula dari sebuah telur. Kisah menarik ini, sebagaimana dikutip dari akun Instagram resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), patut untuk disimak.
Lahir dari Telur hingga Empat Raja
Kisah asal-usul Raja Ampat ini konon bermula dari sepasang suami istri bernama Alyab dan Beko Deni yang tinggal di tepi Sungai Wawage atau Kali Raja. Suatu hari, saat berada di tepi sungai, Beko Deni menemukan tujuh butir telur misterius. Sang suami, Alyab, berencana untuk mengonsumsi telur-telur tersebut, namun Beko Deni melarangnya.
Keajaiban terjadi saat telur-telur itu disimpan; mereka tiba-tiba menetas menjadi bayi manusia. Dari ketujuh telur, lima di antaranya berhasil menetas, menghasilkan empat bayi laki-laki dan satu bayi perempuan. Sementara itu, dua telur lainnya menjelma menjadi roh dan sebuah batu.
Bayi-bayi manusia yang lahir dari telur tersebut diberi nama Giwar, Tusan, Mustari, Pin Take, dan Kilimuri. Mereka tumbuh dewasa dan hidup bersama di Kali Raja. Namun, seiring berjalannya waktu, perselisihan timbul di antara mereka, yang akhirnya menyebabkan mereka berpisah dan menyebar ke berbagai wilayah.
Giwar memilih untuk tetap tinggal di Kali Raja dan kelak menjadi Raja Waigeo. Tusan menguasai wilayah Salawati, sementara Mustari berkuasa di Pulau Misool. Adapun Kilimuri, ia memisahkan diri hingga ke Pulau Seram.
Kisah tragis menimpa Pin Take, sang saudari perempuan. Ia diusir dan dihanyutkan ke laut oleh saudara-saudaranya karena merasa malu atas kehamilannya yang tanpa suami. Pin Take terdampar di Pulau Numfor dan bertemu dengan Manar Maker, seorang tokoh mitos yang dihormati oleh masyarakat Biak-Numfor.
Di Numfor, Pin Take melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Kurabesi. Setelah dewasa, Kurabesi kembali ke Kali Raja (Wawage) dan bertemu dengan pamannya, Fun Giwar.
Kurabesi, bersama Fun Giwar dan anak Giwar bernama Mereksopen, menunjukkan keberaniannya dengan membantu Raja Tidore dalam peperangannya melawan Raja Ternate. Atas jasa dan kemenangan yang diraih Kurabesi dalam pertempuran tersebut, ia dianugerahi hadiah kehormatan dengan dinikahkan dengan putri Sultan Tidore, Boki Taiba.
Setelah pernikahan mereka, Kurabesi dan istrinya memutuskan untuk menetap di Wauyai, Waigeo, yang kini menjadi bagian dari Raja Ampat, hingga akhir hayat mereka. Perjalanan hidup Kurabesi ini menjadi salah satu pilar utama dalam legenda asal-usul Raja Ampat.
Meskipun kisah di atas telah dikenal luas, perlu diketahui bahwa terdapat beragam versi yang mengisahkan asal-usul Raja Ampat. Secara garis besar, versi-versi tersebut dapat dibedakan menjadi dua periode utama: cerita yang berpusat pada tokoh Kurabesi (seperti yang telah dijelaskan) dan periode sebelum kedatangan atau kekuasaan Kurabesi.
Periode Sebelum Kurabesi
Mengutip laman resmi rajaampatkab.go.id, serta berdasarkan catatan Van der Leeden pada tahun 1979-1980 yang bersumber dari suku Kawe dan Wawiyai, versi asal-usul Raja Ampat ini menyoroti bahwa sebelum Kurabesi berkuasa, wilayah tersebut sudah memiliki struktur kerajaan lokal yang dipimpin oleh para raja bersaudara dengan gelar fun. Mereka adalah Fun Giwar yang menguasai Waigeo, Fun Tusan yang berkuasa di Salawati, dan Fun Mustari yang memerintah Misool.
Selain ketiganya, terdapat pula saudara keempat, Fun Kilimuri, yang kemudian pergi ke Pulau Seram; saudara kelima, Fun Sem, yang menjelma menjadi makhluk halus; saudari keenam, Pin Take; dan saudara ketujuh yang membatu di Wawage, Waigeo Selatan. Mereka pada awalnya hidup bersama di Wawage, namun kemudian bertengkar dan berpisah, menyebar ke berbagai wilayah, membentuk fondasi kerajaan-kerajaan awal.
Dalam versi ini, mitos tentang Pin Take yang hamil tanpa suami dan dihanyutkan oleh saudara-saudaranya ke laut, kemudian terdampar di Pulau Numfor dan bertemu Manar Maker, tetap menjadi bagian integral dari cerita. Pin Take melahirkan Kurabesi, yang setelah dewasa kembali ke Kali Raja (Wawage) dan bertemu pamannya, Fun Giwar.
Kisah Kurabesi, Fun Giwar, dan anak Giwar bernama Mereksopen yang membantu Raja Tidore melawan Raja Ternate, serta pernikahan Kurabesi dengan putri Sultan Tidore, Boki Taiba, dan kemudian menetap di Wauyai, Waigeo, Raja Ampat, juga konsisten dalam narasi ini. Perbedaan utama terletak pada penekanan bahwa sistem kerajaan lokal sudah ada dan dijalankan oleh para ‘fun’ sebelum Kurabesi menjadi tokoh sentral, mengintegrasikan peran Kurabesi ke dalam sejarah yang lebih panjang dan kaya.
Ringkasan
Raja Ampat, destinasi wisata di Papua Barat Daya, dikenal luas akan keindahan kepulauan dan bawah lautnya yang menakjubkan, menjadikannya “surga terakhir di Bumi.” Di balik pesonanya, wilayah ini menyimpan legenda asal-usul yang bermula dari kisah tujuh telur misterius. Lima di antaranya menetas menjadi empat bayi laki-laki dan satu bayi perempuan, yang kemudian menjadi cikal bakal empat raja di wilayah tersebut.
Anak-anak tersebut berpisah karena perselisihan, dengan empat di antaranya menjadi raja di Waigeo, Salawati, Misool, dan Seram. Saudari mereka, Pin Take, diusir dan melahirkan Kurabesi di Pulau Numfor, yang kelak kembali ke Raja Ampat. Kurabesi menjadi tokoh sentral dalam legenda karena jasanya kepada Raja Tidore, yang kemudian menetap di Waigeo. Meskipun demikian, terdapat versi lain yang menyebutkan struktur kerajaan lokal sudah ada sebelum kedatangan Kurabesi, dipimpin oleh para ‘fun’, dengan kisah Kurabesi sebagai bagian integral dari sejarah yang lebih panjang.